Temanya, tidak baru, sudah mulai banyak yang menggarap makanan sebagai tema atau jalan pengucapan. Tapi, sajaknya gurih. Seperti ikan sarden yang tak pernah gagal membangkitkan selera makan
Ujang Saefudin kita harapkan lebih banyak menyuarakan suara hati Cianjur, orang-orangnya, alamnya, dinamika kehidupannya, lewat mata seorang penyair yang hadir, besar dan hidup di dalam dirinya.
Sajak “Di Perpustakaan” terasa istimewa karena ada ide besar yang disisipkan tanpa mengganggu suasana yang dibangun. Tiga sajak yang semuanya bagus, tapi saya paling suka pada sajak yang terakhir ini.
PUISI tidak menawarkan jalan keluar dari persoalan hidup manusia, tapi menunjukkan pintu masuk ke ruang-ruang baru yang mungkin di sana manusia bisa menemukan kunci menyelesaikan persoalannya.
-Lahir Sajak
Selamat datang di peta kepenyairan Indonesia. Keriangan yang sublim, yang tetap menawarkan permenungan perlu dipertahankan.
berapa kali kita kehilangan dalam menanti
jam berdetik, angin menghembus
dan debu menyerbu jendela
tahankah melihat usia melenggang lewat?
Ia harus keluar dari tingkat itu. Ia harus mendaki laki. Membuka jalur pendakian baru untuk sampai pada pencapaian lain. Puncak puisi itu tak ada batasnya. Ayolah, Daffa, mendakilah lagi.
Penyair punya “tugas” untuk menjadi perwakilan mata orang banyak, melihat, menangkap, dan mengolah imaji-imaji lokal itu menjadi sesuatu yang berharga dalam puisi yang ia tulis
Menulis puisi bagi Chairil, dengan kerangka berpikir sebagai seorang vitalis, adalah mengendalikan aliran, deraan, hantaman dari energi, daya, kekuatan, dan nafsu, segala yang irasional itu menjadi keindahan.
– Lahir Sajak
Puisi bukan sekadar beraneh-aneh dengan bahasa, bukan cuma berindah-indah dengan ucapan. Puisi itu memaksimalkan tenaga bahasa. Puisi itu bermain-main sekaligus memuliakan makna.
Kepadanya bisa ditanyakan kenapa dia tak memanfaatkan Samarinda sebagai sumber imajinasi, metafora, dan imaji puisi-puisinya? Sungai? Nasi kuning? Apa saja yang belum dimanfaatkan bahkan oleh penyair lain yang tinggal di Samarinda.
Dalam kegelapan yang mutlak, puisi bertahan di situ, dan dia ada di situ untukmu.
- Abbas Kiarostami
Yang kita peroleh adalah menemukan cara ucap dan pilihan tema yang khas milik kita, dan bonusnya lebih penting: kita menemukan siapa diri kita sesungguhnya
Suatu hari dia pasti bisa mencapai puncaknya sendiri, puncak yang melampaui puncak-puncak puisi lain.
Penyair terlibat peristiwa. Tapi puisi ditulis setelah penyair mengambil jarak dengan peristiwa itu. Jarak waktu dan jarak peristiwa, apa yang memberinya ruang untuk merenung, membangun dan memberi makna pada apa yang hendak ia tuliskan.
Semua puisi Ilham memperkaya pengalaman saya yang tak pernah mengalami peristiwa khas yang ia puisikan. Tapi puisi bukan catatan di buku harian. Itu baru bahan untuk dipuisikan, dengan memberdayakan seluruh potensi bahasa dan alat-alat puitika. Hal itulah yang saya dapatkan paling banyak pada puisi yang keempat. Selamat menikmati…
Ada masa-masa ketika seorang penyair mencari sebelum menemukan sesuatu. Menemukan cara ucap yang khas dirinya. Pasya, mahasiswa aktif jurusan Sastra Inggris di Universitas Negeri Jenderal Soedirman, Purwokerto, sedang dalam proses pencarian itu. Dia akan menemukan dirinya. Empat sajaknya menampakkan energi pencarian yang besar.
Puisi benar-benar semacam mesin untuk menghasilkan kondisi pikiran puitis melalui kata-kata.
- Paul Vallery